ANALISIS HUKUM USULAN KEBIJAKAN TERHADAP PENERAPAN VASEKTOMI SEBAGAI BAGIAN DARI PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL UNTUK PRASYARAT BANTUAN SOSIAL BAGI KELUARGA MISKIN
Main Article Content
Abstract
Population control is an important issue in national development, especially for developing countries such as Indonesia. One of the contraceptive methods being promoted is vasectomy, but the level of male participation remains low. The idea of making vasectomy a requirement for social assistance for poor families raises legal and ethical issues that have not been widely studied from a normative perspective. This study aims to analyze the legal framework governing vasectomy within Indonesia's legal system and evaluate the proposed policy from the perspectives of human rights, the constitution, and the principle of non-discrimination. The research method employed is normative legal research using a legislative and conceptual approach. The analysis reveals that this policy contradicts the principles of informed consent, social justice, and the right to bodily integrity, and opens the door to discrimination against poor communities. These findings underscore the importance of designing population control policies based on voluntarism, respecting citizens' fundamental rights, and avoiding the use of medical interventions as administrative conditions.
Pengendalian penduduk merupakan isu penting dalam pembangunan nasional, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu metode kontrasepsi yang digencarkan adalah vasektomi, namun tingkat partisipasi pria masih rendah. Wacana menjadikan vasektomi sebagai syarat pemberian bantuan sosial bagi keluarga miskin memunculkan persoalan hukum dan etika yang belum banyak dikaji secara normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum tentang vasektomi dalam sistem hukum Indonesia serta menilai usulan kebijakan tersebut dalam perspektif hak asasi manusia, konstitusi, dan asas non-diskriminasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan prinsip informed consent, asas keadilan sosial, dan hak atas integritas tubuh, serta membuka ruang diskriminasi terhadap kelompok miskin. Temuan ini menegaskan pentingnya merancang kebijakan pengendalian penduduk yang berbasis kesukarelaan, menghormati hak-hak dasar warga negara, dan tidak menjadikan intervensi medis sebagai alat syarat administratif.