UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2022 SEBAGAI PEMBERIAN BEBAS BERSYARAT PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
Main Article Content
Abstract
Upaya penanggulangan terhadap kejahatan kasus tindak pidana korupsi di wilayah hukum Indonesia menghadapi tantangan yang serius salah satunya dengan adanya celah hukum dalam peraturan permasyarakatan yang berpotensi melemahkan efek jera bagi pelaku tindak kejahatan luar biasa. UU No. 22 Tahun 2022 sebagai dasar normative dalam pelaksanaan pemasyarakatan mengatur mekanisme pembebasan narapidana sebelum masa pidananya berakhir dengan syarat tertentu, secara umum tanpa adanya batasan eksplisit terhadap narapidana kasus tindak pidana, dalam konteks ini menimbulkan kekhawatiran bahwasanya kebijakan tersebut akan membuka ruang bagi pelaku korupsi untuk memperoleh keringanan pidana, yang memberikan dampak negatif telah merugikan negara dan menciderai kepercayaan publik. Kebijakan pemberian bebas bersyarat yang tidak selektif terhadap jenis kejahatan berat seperti korups, menunjukkan lemahnya komitmen dalam menerapkan prinsip keadilan retributif yang semestinya menuntut hukuman harus setimpal atas perbuatan pidana. Dalam penelitian ini digunakan metode yang bertumpu pada analisis terhadap norma hukum positif melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual guna menelaah aspek keadilan dalam pemberian bebas bersyarat bagi pelaku korupsi. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa pemberlakuan bebas bersyarat berdasarkan UU No. 22/2022 tidak mencerminkan asas keadilan substantif sebaliknya menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana. Vonis ringan serta pemberian remisi dan pemberian bebas bersyarat kepada narapidana kasus korupsi berpotensi melemahkan supremasi hukum, memperbesar disparitas putusan, dan menghambat upaya pencegahan tindak pidana serupa di masa depan. Kebijakan pemberian bebas bersyarat terhadap pelaku korupsi perlu dikaji ulang secara komprehensif revisi terhadap norma hukum yang ada menjadi urgensi agar pembebasan bersyarat tidak lagi diberlakukan pada tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa.