Peniadaan Upaya Hukum Peninjauan Kembali terhadap Putusan Homologasi dalam Perkara Kepailitan melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 190/KMA/SK/IV/2020
Main Article Content
Abstract
Putusan homologasi dalam perkara Kepailitan memiliki peran penting dalam menentukan kesepakatan antara debitor dan kreditor. Namun, Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 190/KMA/SK/IV/2020, khususnya butir 13.5, menyatakan bahwa terhadap putusan pengesahan atau penolakan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Ketentuan ini menimbulkan permasalahan hukum karena bertentangan dengan Pasal 295 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang normatif membuka ruang PK atas putusan-putusan dalam proses kepailitan. Larangan akses PK atas putusan homologasi berimplikasi serius terutama ketika perdamaian disepakati berdasarkan perbuatan melawan hukum yang baru terungkap setelah tenggat waktu kasasi berakhir. Penelitian ini bertujuan mengkaji kedudukan hukum pelarangan PK terhadap putusan homologasi dalam perspektif sistem hukum kepailitan dan urgensi pembukaan kembali ruang PK sebagai bentuk perlindungan hukum maksimal bagi kreditor. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan dua pendekatan hukum. Pertama, pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yang menganalisis ketentuan hukum relevan seperti UU Mahkamah Agung, UU Kepailitan dan PKPU, dan Keputusan Ketua MA Nomor 190/KMA/SK/IV/2020. Kedua, pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk mengkaji konsep-konsep hukum terkait kepailitan, homologasi perdamaian, dan mekanisme PK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatasan PK melalui ketentuan administratif berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan bertentangan dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung perlu mengevaluasi dan mempertimbangkan membuka kembali ruang Peninjauan Kembali atas putusan homologasi untuk menjamin asas keadilan dan perlindungan hak kreditor dalam sistem hukum kepailitan Indonesia.