PERANG DAGANG DAN PROTEKSIONISME DALAM KAJIAN EKONOMI POLITIK ATAS KEBIJAKAN TARIF DALAM HUBUNGAN DAGANG BILATERAL
Main Article Content
Abstract
Perang dagang dan proteksionisme menjadi fenomena utama dalam dinamika perdagangan global saat ini. Tujuan dari artikel ini adalah untuk melakukan analisis menyeluruh tentang komponen ekonomi politik yang bertanggung jawab atas penerapan kebijakan tarif dalam konteks hubungan perdagangan bilateral. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok adalah konflik ekonomi yang berdampak besar pada kedua negara tersebut dan negara lain, termasuk Indonesia. Perang dagang ini dimulai pada tahun 2018 dengan kebijakan tarif tinggi AS terhadap produk Tiongkok, yang kemudian dibalas oleh Tiongkok dengan tarif serupa.[1] Konflik ini memiliki efek domino pada negara-negara mitra dagang lainnya, termasuk penurunan permintaan, pelemahan harga komoditas di seluruh dunia, dan gangguan pada rantai pasokan global.
Selain menghadapi dampak signifikan sebagai mitra dagang utama kedua negara, Indonesia juga memiliki peluang strategis untuk dimanfaatkan, seperti menarik investasi asing, meningkatkan ekspor ke pasar baru, dan memperkuat industri dalam negeri. Rantai pasokan global dapat terganggu oleh perang dagang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketidakpastian pasar, dan meningkatkan investasi. Hasilnya menegaskan bahwa untuk mencegah konflik tersebut berkembang menjadi perang dagang yang merugikan semua pihak, diplomasi ekonomi dan kerja sama multilateral harus digunakan. Selain itu, sebagai langkah menuju sistem perdagangan yang lebih stabil, berkelanjutan, dan menguntungkan, penelitian ini merekomendasikan peningkatan kerja sama internasional dan pengembangan regulasi yang adil.
Downloads
Article Details
Section
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
How to Cite
References
-