PERAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI TRANSAKSIONAL DI KAFE
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan Bahasa Indonesia dalam interaksi transaksional di 3 kafe sekitar Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yaitu kafe Joy, Athena, Mabes 88 Kopi, serta menganalisis sejauh mana prinsip bahasa inklusif diterapkan dalam komunikasi antara karyawan dan pengunjung. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara semi-struktural, dan dokumentasi visual dari tiga kafe yang menjadi lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia digunakan secara dominan dalam transaksi, mengingat latar belakang multibahasa para mahasiswa sebagai pengunjung utama. Karyawan kafe umumnya memiliki kemampuan komunikasi dasar yang baik, meskipun terdapat variasi dalam pelafalan dan struktur bahasa. Bahasa daerah seperti Bahasa Madura masih muncul dalam percakapan nonformal, mencerminkan pelestarian identitas lokal. Selain itu, penggunaan bahasa inklusif yang sopan dan mudah dipahami menjadi salah satu ciri utama dalam interaksi layanan, menciptakan ruang publik yang ramah dan terbuka bagi semua kalangan. Temuan ini menegaskan bahwa Bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai simbol pemersatu dan sarana pembentukan ruang publik yang inklusif dalam konteks multikultural.
This study aims to examine the use of Indonesian in transactional interactions at 3 cafes around Trunojoyo Madura University (UTM), namely Joy cafe, Athena, mabes 88 kopi, and to analyze the extent to which the principle of inclusive language is applied in communication between employees and visitors. Using a descriptive qualitative approach, data were collected through observation, semi-structured interviews, and visual documentation from the three cafes that became the research locations. The results of the study indicate that Indonesian is dominantly used in transactions, considering the multilingual backgrounds of students as the main visitors. Cafe employees generally have good basic communication skills, although there are variations in pronunciation and language structure. Regional languages such as Madurese still appear in informal conversations, reflecting the preservation of local identity. In addition, the use of inclusive language that is polite and easy to understand is one of the main features in service interactions, creating a friendly and open public space for all. This finding confirms that Indonesian not only functions as a means of communication, but also as a symbol of unity and a means of forming an inclusive public space in a multicultural context.