HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI KARIR SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA: PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN KESETARAAN GENDER
Main Article Content
Abstract
Seiring dengan kemajuan zaman, terjadi evolusi dalam cara pandang terhadap hak dan kewajiban suami istri. Tuntutan kesetaraan gender antara pria dan wanita, baik dalam ranah maupun publik, dipicu oleh gerakan feminisme yang memperjuangkan hak dan kesempatan yang setara bagi perempuan, terutama dalam hal pekerjaan dan pengembangan karir. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis-normatif, di mana kami meneliti bahan pustaka, baik data primer maupun sekunder, yang terkait dengan objek penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conseptual approach). Pendekatan konseptual diterapkan untuk menganalisis berbagai konsep hukum. Melalui pendekatan ini, kami berusaha memahami makna yang terkandung dalam istilah-istilah hukum, sekaligus menguji istilah tersebut dalam konteks teori dan praktik yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kompilasi Hukum Islam (KHI) masih mengandung ketimpangan gender dalam pengaturan relasi suami-isteri, dengan kecenderungan mempertahankan struktur patriarkal yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat. Jika diuji menggunakan teori gender, KHI dalam bentuknya saat ini belum sepenuhnya relevan untuk mewujudkan keadilan relasional dan kesetaraan hak dalam rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi norma-norma hukum keluarga Islam yang lebih responsif terhadap prinsip keadilan gender dan dinamika masyarakat muslim kontemporer. Pergeseran ini menyebabkan perempuan yang dulunya fokus pada urusan rumah tangga kini juga berperan sebagai wanita karir yang produktif. Konsekuensinya, mereka mengemban dua peran sekaligus, yang seringkali menimbulkan beban ganda. Wanita karir yang aktif di luar rumah cenderung kurang memperhatikan bahkan melupakan tanggung jawab utama mereka sebagai ibu, karena terikat oleh peraturan perusahaan. Situasi ini menyulitkan mereka dalam menjalankan kewajiban sebagai ibu dan berpotensi mengurangi keharmonisan rumah tangga.
With the passage of time, there has been a shift in perspective on the rights and obligations of husbands and wives. The demand for gender equality between men and women, in both the private and public spheres, has been driven by feminist movements advocating for equal rights and opportunities for women, particularly in terms of employment and career advancement. This study employs a normative-juridical approach, which involves examining legal literature and relevant primary and secondary data related to the research object. The method used is the conceptual approach, which is aimed at analyzing legal materials to understand the meanings embedded in legal terms. This approach seeks to uncover new interpretations or to test legal terminology within theoretical and practical contexts. The findings reveal that the Compilation of Islamic Law (KHI) still contains gender inequality in the regulation of husband-wife relations, showing a tendency to preserve a patriarchal structure that places women in a subordinate position. When analyzed using gender theory, the current form of the KHI is not yet fully relevant to achieving relational justice and equal rights within the household. Therefore, a reformulation of Islamic family law norms is needed one that is more responsive to gender justice principles and the dynamics of contemporary Muslim society. This societal shift has led women, who were previously focused on domestic responsibilities, to also take on productive roles as career women. As a result, they bear dual responsibilities, which often lead to a double burden. Career women who are active outside the home tend to pay less attention to or even neglect their primary responsibilities as mothers, due to the demands of company regulations. This situation makes it difficult for them to fulfill their maternal duties and potentially undermines household harmony