MENGUASAI HAKIKAT MANUSIA INDONESIA, ASUMSI-ASUMSI MENGENAI KEPRIBADIAN KONSELOR DAN KONSELI DALAM KONSELING PANCAWASKITA
Main Article Content
Abstract
Konseling Pancawaskita (KOPASTA) merupakan pendekatan konseling eklektik yang berakar pada nilai-nilai luhur Pancasila dan kearifan lokal Indonesia. Pendekatan ini mengintegrasikan lima pilar utama: Pancasila (landasan moral), Lirahid (lima ranah kehidupan), Panca Daya (potensi dasar manusia), Masidu (kondisi internal), dan Likuladu (faktor eksternal), untuk mencapai pemahaman holistik tentang individu. Artikel ini bertujuan menjelaskan konsep dasar Pancawaskita, hakikat manusia Indonesia dalam perspektif konseling, serta asumsi-asumsi mengenai kepribadian konselor dan konseli. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan studi pustaka terhadap literatur terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pancawaskita menekankan keseimbangan dimensi spiritual, sosial, budaya, dan psikologis, dengan konselor berperan sebagai fasilitator reflektif dan konseli sebagai individu unik yang aktif dalam proses perubahan. Pendekatan ini relevan untuk pengembangan karakter, pembinaan mental, dan pendampingan individu dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.Implikasi praktisnya, KOPASTA perlu diarusutamakan dalam layanan psikologis dan pendidikan di Indonesia. Saran untuk penelitian selanjutnya mencakup pengujian efektivitas pendekatan ini dalam berbagai setting, seperti sekolah dan komunitas.
Kata kunci: konseling Pancawaskita, hakikat manusia, konseling berbasis budaya.
Abstract
Pancawaskita Counseling (KOPASTA) is an eclectic counseling approach rooted in the noble values of Pancasila and Indonesian local wisdom. This approach integrates five main pillars: Pancasila (moral foundation), Lirahid (five domains of life), Panca Daya (basic human potential), Masidu (internal conditions), and Likuladu (external factors), to achieve a holistic understanding of the individual. This article aims to explain the basic concepts of Pancawaskita, the nature of Indonesian humanity from a counseling perspective, as well as assumptions regarding the personality of counselors and clients. The research uses a descriptive qualitative method with a literature review of related literature. The analysis results show that Pancawaskita emphasizes the balance of spiritual, social, cultural, and psychological dimensions, with the counselor acting as a reflective facilitator and the counselee as a unique individual who is active in the process of change. This approach is relevant for character development, mental health promotion, and individual support in the context of Indonesia's diverse society. Practically, KOPASTA should be prioritized in psychological and educational services in Indonesia. Suggestions for further research include testing the effectiveness of this approach in various settings, such as schools and communities.
Keywords: pancawaskita counseling, human nature, culture-based counseling.