ISU KEKERASAN BERBASIS GENDER DI ERA DIGITAL: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN PENCEGAHAN DI LINGKUNGAN KELUARGA
Main Article Content
Abstract
Tingginya penetrasi internet (175,4 juta pengguna) dan media sosial (160 juta pengguna aktif) di Indonesia menghasilkan dampak yang paradoks: di satu sisi mendukung konektivitas, di sisi lain meningkatkan risiko terhadap Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), terutama bagi perempuan. Studi kepustakaan ini mengeksplorasi fenomena KBGO di Indonesia dengan pendekatan kualitatif menggunakan analisis data sekunder dari publikasi ilmiah (2015–2025). Penelitian menunjukkan bahwa perempuan adalah kelompok paling rentan (33% kasus revenge porn dilaporkan pada 2019), dipicu oleh konstruksi sosial yang mengobjektifikasi perempuan dan pelaku yang sering kali adalah orang terdekat. KBGO terdiri dari delapan kategori utama (cyber grooming, penindasan, peretasan, dll.) dan menghasilkan dampak yang beragam (fisik, mental, sosial, ekonomi). Menurut hukum, perlindungan bagi korban diatur dalam UU TPKS No. 12 Tahun 2022 yang secara khusus mengakui KBGO sebagai kejahatan, dengan hukuman penjara maksimum 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta. Akan tetapi, pelaksanaannya menemui kendala yang rumit: (1) Kelemahan KUHAP yang tidak peka gender dan berisiko menimbulkan reviktimisasi; (2) Penafsiran ganda dalam undang-undang sebelumnya (UU ITE No. 19/2016, UU Pornografi No. 44/2008); (3) Rendahnya pengaduan dari korban disebabkan stigma sosial. Penelitian ini menekankan pentingnya komunikasi dalam keluarga sebagai langkah pencegahan. Pola komunikasi konsensual (dialog terbuka dengan fokus tinggi pada konformitas) terbukti meningkatkan ketahanan anggota keluarga, memungkinkan korban menerima dukungan saat menghadapi KBGO. Sebaliknya, pola protektif dan laissez-faire dapat menurunkan kemampuan korban dalam mencari bantuan. Dapat disimpulkan bahwa penanganan KBGO membutuhkan pendekatan lintas disiplin: penegakan hukum yang responsif gender, pendidikan literasi digital yang luas, dan penguatan peran keluarga melalui komunikasi yang partisipatif