PERBANDINGAN KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM SANKSI DISIPLIN ASN DALAM SISTEM KEPEGAWAIAN NASIONAL PASCA UU NO. 20 TAHUN 2023
Main Article Content
Abstract
Quality bureaucratic reform has become a key priority in national development to achieve clean, effective, and democratic governance. The State Civil Apparatus (ASN) serves as the backbone of public services and plays a crucial role in realizing good governance. However, in practice, ASN disciplinary enforcement still faces various complex challenges that reveal gaps between ideal expectations and field realities, particularly issues of inconsistent sanctions application across agencies and weak legal certainty. This research examines two main legal issues: how the position and legal strength of ASN disciplinary sanctions within the national civil service system after the enactment of Law No. 20 of 2023, and whether these new regulations are more decisive, fair, and effective than previous ones in achieving ASN rehabilitation goals. The research aims to compare ASN disciplinary sanctions regulations between Law No. 5 of 2014 and Law No. 20 of 2023 in terms of decisiveness, fairness, and rehabilitation effectiveness. The method used is normative legal research with statutory and conceptual approaches, analyzing various legal sources through literature studies and prescriptive-analytical analysis. Research results prove that ASN disciplinary sanctions experienced very significant strengthening after Law No. 20 of 2023 took effect, through stronger legal legitimacy, more comprehensive regulations with clear violation classifications, and more structured legal protection mechanisms. Law No. 20 of 2023 proved to be more decisive with a tiered sanctions system, fairer by implementing due process of law principles, and more effective with rehabilitation success rates reaching 78% and a 15% decrease in disciplinary violation cases. The rehabilitative approach successfully transformed the sanctions paradigm from mere punishment to behavioral improvement tools that support overall bureaucratic reform.
Reformasi birokrasi yang berkualitas menjadi prioritas dalam pembangunan nasional yang berorientasi pada tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan demokratis, dimana Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai tulang punggung pelayanan publik memiliki peran strategis dalam mewujudkan good governance. Namun, realitas empiris menunjukkan kompleksitas problematika penegakan disiplin ASN yang mencerminkan kesenjangan antara das sollen dan das sein, terutama dalam hal ketidakkonsistenan penerapan sanksi antar instansi dan lemahnya aspek kepastian hukum. Isu hukum yang mengemuka adalah bagaimana kedudukan serta kekuatan hukum sanksi disiplin ASN dalam sistem kepegawaian nasional pasca berlakunya UU No. 20 Tahun 2023 dan apakah pengaturan sanksi disiplin dalam undang-undang tersebut lebih tegas, adil, dan efektif dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya serta mampu mencapai tujuan hukum administratif berupa rehabilitasi (reparatur). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaturan sanksi disiplin ASN antara UU No. 5 Tahun 2014 dan UU No. 20 Tahun 2023 dalam hal ketegasan, keadilan, dan efektivitas pencapaian tujuan reparatur. Penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, menganalisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui teknik studi kepustakaan dan analisis preskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan dan kekuatan hukum sanksi disiplin ASN mengalami penguatan signifikan pasca UU No. 20 Tahun 2023 melalui legitimasi formil yang lebih kuat, pengaturan yang komprehensif dengan klasifikasi pelanggaran yang jelas, dan mekanisme perlindungan hukum yang terstruktur. Pengaturan sanksi disiplin dalam UU No. 20 Tahun 2023 terbukti lebih tegas dengan gradasi sanksi yang terstruktur, lebih adil dengan penerapan prinsip due process of law, dan lebih efektif dengan tingkat keberhasilan rehabilitasi 78% serta penurunan 15% kasus pelanggaran disiplin, dimana pendekatan rehabilitatif berhasil mengubah paradigma sanksi dari punishment retributif menjadi instrumen restorasi perilaku yang berkontribusi positif terhadap reformasi birokrasi.