KEPADATAN PENDUDUK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA JAKARTA SELATAN TAHUN 2024
Main Article Content
Abstract
Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit endemik yang banyak ditemukan di wilayah perkotaan padat penduduk, termasuk Jakarta Selatan. Kepadatan permukiman dianggap sebagai salah satu faktor yang memengaruhi tingginya kasus DBD, seiring dengan buruknya kondisi lingkungan dan minimnya ruang terbuka hijau. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kepadatan permukiman dengan peningkatan kasus DBD di wilayah perkotaan Jakarta Selatan tahun 2024. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional berbasis data sekunder dari Dinas Kesehatan dan BPS. Analisis dilakukan menggunakan uji korelasi Spearman terhadap data 10 kecamatan di Jakarta Selatan. Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan penduduk dengan jumlah kasus DBD (rs = -0,170; p = 0,638). Meskipun secara deskriptif beberapa kecamatan padat memiliki kasus tinggi, secara statistik korelasi bersifat lemah dan tidak signifikan. Kesimpulan: Kepadatan permukiman bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi peningkatan kasus DBD. Faktor lain seperti kondisi iklim, perilaku masyarakat, dan sanitasi lingkungan memiliki peran yang lebih besar. Oleh karena itu, pencegahan DBD perlu dilakukan secara komprehensif dengan pendekatan lintas sektor.
Background: Dengue fever is one of the endemic diseases found in densely populated urban areas, including South Jakarta. Settlement density is considered as one of the factors influencing the high number of DHF cases, along with poor environmental conditions and lack of green open space. Objective: To determine the relationship between settlement density and the increase in DHF cases in urban areas of South Jakarta in 2024. Methods: This study used a quantitative approach with a cross-sectional design based on secondary data from the Health Office and BPS. Spearman correlation test was used to analyze data from 10 sub-districts in South Jakarta. Results: The analysis showed that there was no significant relationship between population density and the number of DHF cases (rs = -0.170; p = 0.638). Although descriptively some dense sub-districts had high cases, the correlation was statistically weak and not significant. Conclusion: Residential density is not the only factor influencing the increase in DHF cases. Other factors such as climatic conditions, community behavior, and environmental sanitation have a greater role. Therefore, the prevention of DHF needs to be done comprehensively with a cross-sectoral approach.