Islamofobia di Indonesia: Antara Narasi Global dan Realitas Lokal
pdf

Keywords

Islamofobia
wacana global
kebijakan negara
stigmatisasi

How to Cite

Islamofobia di Indonesia: Antara Narasi Global dan Realitas Lokal. (2025). Tashdiq: Jurnal Kajian Agama Dan Dakwah, 16(2), 41-50. https://ejournal.cahayailmubangsa.institute/index.php/tashdiq/article/view/4948

Abstract

Fenomena Islamofobia telah menjadi isu global yang kompleks sejak meningkat tajam pasca peristiwa 11 September 2001. Serangan tersebut tidak hanya mengguncang tatanan geopolitik internasional, tetapi juga memunculkan konstruksi sosial dan politik yang memandang Islam sebagai sumber ancaman. Narasi Islamofobia berkembang melalui media, kebijakan luar negeri, serta strategi wacana negara-negara Barat, terutama melalui pendekatan neorealis yang menempatkan keamanan sebagai kepentingan utama. Dalam narasi ini, Islam tidak lagi dipahami sebagai agama dalam pengertian spiritual, melainkan sebagai ideologi politik yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip liberalisme dan demokrasi Barat.

Meski narasi Islamofobia berasal dari konteks global, pengaruhnya turut dirasakan dalam realitas lokal di berbagai negara dengan mayoritas Muslim, termasuk Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana narasi global tersebut diterjemahkan dan dimodifikasi dalam konteks sosial-politik Indonesia. Dengan pendekatan kualitatif berbasis kajian pustaka, tulisan ini mengkaji secara kritis relasi antara narasi Islamofobia global dan manifestasinya dalam wacana media, kebijakan pemerintah, serta dinamika masyarakat sipil Indonesia.

Temuan utama menunjukkan bahwa Islamofobia di Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti pola Barat, tetapi lebih sering muncul dalam bentuk stigmatisasi terhadap kelompok Islam tertentu yang dianggap radikal, intoleran, atau menolak nasionalisme. Media memainkan peran penting dalam membingkai isu-isu keislaman dengan cara yang berpotensi memperkuat stereotip negatif, meskipun terdapat juga resistensi kuat dari kelompok-kelompok moderat dan institusi Islam arus utama. Dengan demikian, Islamofobia di Indonesia dapat dipahami sebagai hasil tarik-menarik antara pengaruh wacana global dan respons lokal yang khas, yang tidak hanya menyangkut agama, tetapi juga persoalan identitas, kekuasaan, dan ideologi.

Dalam konteks ini, penting pula untuk menyoroti bagaimana narasi Islamofobia tidak hanya dibentuk oleh ketakutan terhadap kekerasan, tetapi juga oleh kecemasan kolektif terhadap identitas lain yang dinilai tidak sejalan dengan semangat nasionalisme dominan. Karena itu, memahami Islamofobia di Indonesia juga membutuhkan keterampilan untuk membaca bagaimana kekuasaan bekerja dalam diam, membentuk stigma, dan menegosiasikan identitas Islam dalam ruang publik yang semakin kompleks. Dengan demikian, artikel ini berkontribusi dalam membuka ruang diskusi kritis tentang masa depan ekspresi keislaman yang inklusif dalam masyarakat demokratis.

pdf