IMPLEMENTASI NILAI-NILAI FIKIH SIYASAH DALAM KEBIJAKAN PUBLIK DI NEGARA ISLAM
Main Article Content
Abstract
Fikih Siyasah, sebagai bagian dari pemikiran hukum dan politik Islam, menawarkan prinsip-prinsip dasar seperti keadilan (al-‘adalah), kemaslahatan (maslahah), musyawarah (shura), dan akuntabilitas (amanah) yang selaras dengan tujuan kebijakan publik modern. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui studi pustaka, artikel ini menganalisis berbagai model implementasi—baik yang bersifat normatif maupun kontekstual—yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam kontemporer. Hasil kajian menunjukkan pentingnya Maqashid al-Shariah sebagai kerangka etik yang menuntun kebijakan negara agar berorientasi pada perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Temuan juga mengungkap bahwa meskipun beberapa negara telah menginstitusionalisasikan nilai-nilai ini ke dalam kebijakan melalui mekanisme negara dan lembaga keagamaan, tantangan seperti pluralitas hukum, resistensi terhadap pendekatan keagamaan, dan kekakuan metodologis masih menjadi hambatan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih interdisipliner dan adaptif secara kontekstual agar Fikih Siyasah tetap relevan dan aplikatif dalam tata kelola pemerintahan masa kini.
Fiqh Siyasah, as part of Islamic legal and political thought, offers basic principles such as justice (al-‘adalah), welfare (maslahah), deliberation (shura), and accountability (amanah) that are in line with the objectives of modern public policy. Using qualitative research methods through literature studies, this article analyzes various implementation models—both normative and contextual—that are applied in the contemporary Islamic government system. The results of the study show the importance of Maqashid al-Shariah as an ethical framework that guides state policies to be oriented towards protecting religion, life, mind, descendants, and property. The findings also reveal that although several countries have institutionalized these values into policies through state mechanisms and religious institutions, challenges such as legal plurality, resistance to religious approaches, and methodological rigidity are still obstacles. Therefore, a more interdisciplinary and contextually adaptive approach is needed so that Fiqh Siyasah remains relevant and applicable in today's governance.