KERJA SAMA INDONESIA DAN ASEAN DALAM MENGHADAPI HUMAN TRAFFICKING DI ASIA TENGGARA

Main Article Content

Muhammad Azriel Naufal Yunus

Abstract

Jurnal ini membahas sejarah dan perkembangan perdagangan manusia di Indonesia, yang bermula dari praktik perbudakan pada masa kerajaan-kerajaan Jawa, di mana perempuan dijadikan komponen dalam sistem pemerintahan feodal sebagai selir raja dan komoditas perdagangan dari berbagai kabupaten di Jawa dan Bali. Pada masa penjajahan Jepang dan Belanda, perdagangan manusia meningkat dengan eksploitasi pekerja rodi dan pekerja seks, termasuk pengiriman perempuan ke negara-negara Asia Tenggara lainnya. Setelah kemerdekaan, perdagangan manusia diakui sebagai kejahatan lintas batas yang melibatkan jaringan pelaku dalam dan luar negeri, dengan korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan negara tetangga. Hambatan signifikan dalam penanganan kasus ini meliputi keterbatasan sumber daya, teknologi, korupsi, dan kurangnya koordinasi antar lembaga serta kesadaran masyarakat. Sebagai langkah strategis, Indonesia mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RAN PPTPPO) dan memperkuat kerja sama regional melalui ASEAN, khususnya melalui ASEAN Convention Against Trafficking in Persons (ACTIP), guna mengatasi ancaman transnasional perdagangan manusia secara efektif. Jurnal ini menyoroti pentingnya kolaborasi multilateral dan penguatan kapasitas nasional dalam menghadapi tantangan perdagangan manusia di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.


 


          This journal discusses the history and development of human trafficking in Indonesia, which began with the practice of slavery during the Javanese kingdoms, where women were used as a component in the feudal government system as king's concubines and trade commodities from various districts in Java and Bali. During the Japanese and Dutch colonial periods, human trafficking increased with the exploitation of laborers and sex workers, including the dispatch of women to other Southeast Asian countries. After independence, human trafficking was recognized as a cross-border crime involving a network of domestic and foreign perpetrators, with victims from various regions in Indonesia and neighboring countries. Significant obstacles in handling this case include limited resources, technology, corruption, and lack of coordination between institutions and public awareness. As a strategic step, Indonesia implemented the National Action Plan for the Prevention and Treatment of Human Trafficking Crimes (RAN PPTPPO) and strengthened regional cooperation through ASEAN, especially through the ASEAN Convention Against Trafficking in Persons (ACTIP), to effectively overcome the transnational threat of human trafficking. This journal highlights the importance of multilateral collaboration and strengthening national capacity in facing the challenges of human trafficking in Indonesia and the Southeast Asia region.

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

Section

Articles

Author Biography

Muhammad Azriel Naufal Yunus, Universitas Hasanuddin

Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin

How to Cite

KERJA SAMA INDONESIA DAN ASEAN DALAM MENGHADAPI HUMAN TRAFFICKING DI ASIA TENGGARA. (2025). Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial, 8(7), 1-10. https://doi.org/10.9963/k9a66109

Similar Articles

You may also start an advanced similarity search for this article.