Abstract
This study examines Harun Nasution's intellectual contributions as a central figure in the renewal of Islamic thought in Indonesia, particularly in his efforts to develop a progressive, inclusive, and rational Islamic paradigm. Amid the polarization between textual conservatism and radical liberalism, Harun Nasution's thought offers a relevant "middle path" to address contemporary challenges. The analysis focuses on his key idea of maximizing the use of reason in understanding revelation, reviving the rational theology tradition of Mu’tazilah. Harun Nasution sharply criticized the traditional Ash’arite theology, which he viewed as dogmatic, fatalistic, and causing intellectual stagnation among Muslims. As Rector of IAIN Jakarta, he implemented fundamental reforms in Islamic higher education by integrating general sciences, philosophy, and critical thinking methods into the curriculum. Despite facing criticism from conservative groups who deemed him too liberal, Harun Nasution’s legacy successfully fostered a generation of Muslim intellectuals who are more open, critical, and capable of engaging with modernity.
Penelitian ini menganalisis peran Harun Nasution sebagai tokoh kunci dalam pembaruan pemikiran Islam di Indonesia, dengan fokus pada paradigma Islam progresif, inklusif, dan rasional yang ia gagas. Di tengah ketegangan antara konservatisme tekstual dan liberalisme radikal, pemikiran Harun Nasution menawarkan "jalan tengah" yang relevan untuk menghadapi tantangan zaman. Studi ini menyoroti gagasan utamanya tentang pentingnya penggunaan akal secara maksimal dalam memahami wahyu, mengacu pada tradisi teologi rasional Mu’tazilah yang dihidupkan kembali. Harun Nasution mengkritik teologi Asy’ariyah yang dianggapnya dogmatis, fatalistik, dan menghambat perkembangan intelektual umat Islam. Sebagai Rektor IAIN Jakarta, ia mendorong reformasi pendidikan tinggi Islam dengan memasukkan ilmu-ilmu umum, filsafat, dan pendekatan berpikir kritis ke dalam kurikulum. Meskipun menghadapi kritik dari kelompok konservatif yang menganggapnya terlalu liberal, warisan Harun Nasution berhasil mencetak generasi intelektual Muslim yang lebih terbuka, kritis, dan mampu beradaptasi dengan modernitas.